🦀 Cerpen Tentang Cita Cita Menjadi Guru

Kumpulangambar tentang puisi cita cita polisi, klik untuk melihat koleksi gambar. Baca berita bebas iklan lewat aplikasi. Cita Cita Seorang Warga Sad Air Hitam Untuk Jadi Polisi Terwujud Berita Apa Adanya from contoh puisi tentang cita cita menjadi dokter, guru, polisi, tentara, pramugari, pengusaha, pilot, koki, arsitek KumpulanCerita Lucu Cerpen Tentang Cita Cita Menjadi Guru from punyacerita28.blogspot.com. Pak rapi’i yang harus mencukupi kebutuhan keluarganya harus bekerja sampingan selain menjadi. Rita 27 okt, 2020 4. Contoh cerpen singkat persahabatan dan pengalaman pribadi di 2021 bahasa melayu karangan motivasi. Source: Nah demikianlah tadi secarik cerpen sederhana tentang kisah guru dan murid di dalam kelas yang bisa Guru Penyemangat sajikan dalam rangka menyambut Hari Guru Nasional Tahun 2021. Mudah-mudahan bermanfaat dan menginspirasi, ya. Guru Penyemangat Menulislah untuk menebar manfaat kepada seluruh alam, karena menuangkan kata-kata juga merupakan Gurutanpa pamrih berbagi ilmu. Aku ingin mejadi seorang guru. Puisi cita citaku menjadi guru. 30 puisi cita citaku menjadi polwan dokter guru polisi pemain bola. Mulai dari ingin jadi youtuber, pemain bola, chef, koki, programmer, drafter, dan banyak lagi. Contoh jurnal inilah contoh puisi tentang cita citaku menjadi arsitek yang anda perlukan. Setelahcita-cita disebutkan guru sering menugaskan para murid untuk membuat puisi tentang cita-cita itu. Salah satunya puisi Foto: Pixabay . Inilah beberapa contoh puisi tentang cita-cita menjadi tentara yang disadur dari buku Semesta Jiwa Raga: Antologi Puisi: Penulis Cilik Kelas 4 SD, Penulis Cilik Kelas 4 SD Muhammadiyah GKB 2 Sangaktris rupanya sempat bercita-cita jadi seorang guru. 4. Laudya Cynthia Bella. Sayang anak-anak, Laudya Cynthia Bella pernah berkeinginan untuk menjadi guru TK. Dengan sikapnya yang kalem, Laudya pastinya cocok banget ya jadi guru TK, meski akhirnya malah jadi artis terkenal. 5. Ikke Nurjanah. ApaUntungnya Punya Cita-Cita? Berani Raih Mimpi! Apa cita-citamu? Sejak kecil, kita sering ditanya mengenai cita-cita, oleh orang tua, guru, maupun teman. Memangnya kenapa kita harus punya cita-cita, ya? Citacita Dima ingin menjadi seorang guru yang bijaksana dan ramah kepada muridnya ,demi cita-citanya ia pun menggalami banyak perubahan dan menjadi aktif dalam belajar. Dengan demikian ia selalu giat belajar,berdo’a,dan berusaha karena tanpa do’a dan berusaha tidak akan terwujudnya suatu cita-cita seseorang. Justruini kesempatan bagimu untuk belajar menulis cerpen.”, kataku. “Iya deh, aku ikut. Untuk sekarang ini, aku tidak mau terlalu memikirkan apakah aku akan mendapat juara atau pun tidak. Yang penting aku ingin mencoba. Aku ingin belajar dan harus belajar.” jawab Laila. “Nah, gitu dong. Tenang saja, kawan. . * Cerita ini saya tulis untuk buku Kaki Mimpi Kumpulan Cita-Cita Anak Indonesia, sebuah inisiatif ShoeBox Project pada Februari 2012. Ah, rasanya senang sekali kalau di antara kita ada yang bercita-cita menjadi guru. Apakah itu cita-cita kamu? Ketika kamu berani bilang kamu bercita-cita menjadi guru, kamu sudah menjadi orang hebat. Kamu tahu mengapa? Karena tidak banyak lho yang berani bercita-cita menjadi guru. Dulu aku juga tidak berani pamer kepada teman-teman lain yang kebanyakan bilang cita-citanya adalah dokter, pilot, atau presiden. Aku sempat merasa malu sebab sepertinya pekerjaan guru tidak keren. Ya, dulu waktu sekolah dasar aku berpikir begitu. Namun, pikiranku berubah setelah memahami pertanyaan Ibu Guru di sekolah. Suatu hari beliau tanya, “Guru itu apa?” Hampir satu kelas menjawab hal yang sama. Guru adalah orang yang mengajarkan banyak ilmu kepada murid. Ibu Guru kemudian melanjutkan, “Murid-murid itu akan jadi apa ketika besar nanti?” Teman-temanku berebut mengangkat jari. “Jadi dokter!” “Jadi pilot!” “Jadi presiden!” Ibu Guru tersenyum lalu kembali bertanya, “bagaimana cara mereka bisa jadi dokter, pilot, atau presiden?” Seorang temanku menjawab sambil mengkerutkan dahi, “Ya, mereka harus pintar, kan?” Ibu Guru hanya mengangguk. Beliau kemudian kembali bertanya, “Siapa yang membuat mereka pintar?” Seorang temanku yang lain gesit menjawab, “Guru!” Tak diduga, Bu Guru menggeleng manis. “Yang membuat mereka pintar adalah diri mereka sendiri.” Anak-anak terdiam. Mereka merasa ada yang aneh dari jawaban Bu Guru. Aku pun merasa begitu. Kupikir, yang membuatku bisa memasang puzzle saat TK adalah guru. Yang membuatku jadi bisa membaca huruf adalah guru. Yang membuatku bisa menghitung perkalian adalah guru. Yang membuatku paham peta Indonesia dan cara ikan bernapas adalah guru juga. Tapi tadi Bu Guru bilang, kita sendiri yang bisa mencapai segala pekerjaan hebat itu. Jadi apa itu guru? “Guru adalah sahabat murid, yang menemani murid mencapai cita-citanya,” ujar Bu Guru seolah tahu apa yang kami pikirkan. Beliau lalu menjelaskan, guru selalu hadir hampir setiap hari untuk belajar bersama kita. Guru juga yang siap bantu menjelaskan segala ilmu saat kita mulai tak paham suatu masalah. Gurulah yang menemani si calon dokter memahami bagaimana cara luka bisa sembuh. Guru juga mendongengkan kisah antariksa pada si calon pilot. Guru pula yang menjelaskan kehebatan Indonesia pada si calon presiden. Guru yang hebat akan mengantar murid-muridnya menjadi pintar. Guru yang cerdas akan menemani muridnya mencapai segala pekerjaan yang hebat. Saat itu aku langsung berani bilang dalam hatiku, aku ingin menjadi guru! Ah, tapi bagaimana caranya, ya? Bu Guru bilang, syarat menjadi guru itu satu, kita harus pintar. Sebab gurulah yang akan menemani murid-muridnya menjadi lebih pintar. Aku agak takut, karena aku merasa tidak pintar. Namun, Bu Guru segera melanjutkan, pintar itu bukan hanya ada di otak, tetapi pintar di hati juga. Bu Guru meletakkan tangan di dadanya. Kami menirunya dan memejamkan mata. Menjadi guru adalah sebuah cita-cita yang baik. Guru akan mengantar anak-anak dan remaja menjadi lebih baik. Dengan hati, guru akan menemani mereka mencapai segala prestasi. Lalu, hidup murid-muridnya kelak akan lebih sejahtera. Guru pun akan merasa bahagia. Jadi, mulai sekarang aku akan makin rajin belajar. Aku akan banyak membaca buku dan koran. Aku akan belajar internet dan banyak bertanya pada orang. Aku mau membuat diriku pintar. Aku ingin sekolah sampai kuliah, agar aku bisa semakin pintar. Bu Guru bilang, pekerjaan guru adalah pekerjaan mulia dan berharga. Banyak pahlawan Indonesia yang mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Sebut contohnya, Ki Hajar Dewantara atau Dewi Sartika. Kesuksesan mereka adalah berhasil mendirikan sekolah untuk anak-anak. Sementara guru masa kini, mereka juga meraih macam-macam prestasi. Guru juga diberi penghargaan yang besar, gaji yang tinggi, atau bisa jalan-jalan ke luar negeri. Sejak itu, aku semakin percaya bahwa cita-cita menjadi guru itu sangat keren. Kata Bu Guru, segala jenis guru itu baik, selama kita melakukannya dengan cara yang baik. Wah, aku jadi bingung mau jadi guru apa. Guru taman kanak-kanak, guru agama, guru SD, guru pelajaran, guru bimbingan belajar, atau dosen di kampus ya? Ah, aku mau jadi guru apa saja. Yang penting, aku sekarang berani bilang dengan lantang, cita-citaku adalah menjadi seorang guru. Apa itu juga cita-citamu? 🙂 Cerpen Karangan Hiakri InkaKategori Cerpen Inspiratif, Cerpen Pendidikan, Cerpen Remaja Lolos moderasi pada 16 March 2016 Aku menatap lalu lalang mobil dengan pandangan bingung. Bus yang membawaku pulang ke rumah melaju kencang atau bisa dibilang ugal-ugalan. Jujur, aku bingung. Kejadian di sekolah tadi masih mengganggu pikiranku. Memang bukan kejadian besar tetapi itu membuatku berpikir keras dan berusaha mencari kejelasan atas apa yang aku lakukan. Jadi, tadi sebelum pulang sekolah, guru BK menyuruh anak-anak kelasku untuk menulis satu cita-cita yang PALING ingin diraih. Paling inging diraih? Satu cita-cita? Itulah yang ada di pikiranku hingga sekarang. Satu? Aku punya beribu cita-cita. Jadi wartawan, reporter, penyiar radio, dokter cinta, psikolog, arsitektur, sastrawan, editor, ahli komputer, ustadzah, guru-eh? Guru? Tunggu! Itu kan cita-cita sewaktu aku masih kecil.. Dan sudah lama banget aku nggak kepikiran soal cita-cita itu. Apa ada sesuatu yang ku lupakan? Kenapa dulu aku ingin jadi guru? Apa sih spesialnya jadi guru? Argh… Karena itulah aku bingung.. Kenapa harus menulis satu saja sementara aku punya banyak cita-cita. Karena waktunya juga terbatas, akhirnya aku menulis cita-citaku adalah menjadi seorang guru. Aku menulisnya tanpa alasan. Ada ruang kosong di hati saat menulisnya. Kenapa? Kenapa di lembaran kertas putih itu aku ingin menjadi seorang guru? Apa yang sudah ku lupakan? Kenapa tujuan hidupku seolah berubah dan bercabang? Yang awalnya hanya ingin menjadi seorang guru lalu bercabang dan menjadi banyak cita-cita. Apa yang salah dari diriku? Aku memasuki rumah sambil mengucap salam. Sepertinya aku harus mengorek masa lalu. Kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Pasti ada alasannya. Pasti juga ada alasan kenapa cita-citaku jadi banyak seperti itu. Aku membuka kembali diary masa kecilku. Aku baca lembar demi lembar halamannya. Meskipun aku tak menemukan alasan kenapa aku ingin menjadi seorang guru, aku cukup terhibur dengan isi diaryku. Cara penulisannya yang polos, cerita-cerita tidak penting yang aku tulis, terlalu banyak kata lalu’ untuk menyambung suatu cerita, juga tulisanku yang besar-besar dan tidak rapi membuatku bernostalgia sekaligus tertawa dibuatnya. “Lagi apa, Fe?” tanya kakak perempuanku yang bernama Ruri. “Lagi nyari sesuatu,” jawabku seadanya. “Sesuatu? Kok buka-buka buku diary segala,” Kak Ruri terkekeh, “Nyari apa sih? Nyari nama mantan?” ia menyenggol lenganku dengan senyum menggoda. “Mantan? Pacaran aja belum pernah masa nyari nama mantan,” aku menggembungkan pipiku yang cubby. “Nyari apa dong kalau gitu?” tanyanya penasaran. “Nyari alasan.” “Alasan?” Kak Ruri menautkan alis. “Alasan kenapa aku ingin jadi guru.” “Oh…” “Kak Ruri tahu nggak kenapa dulu waktu aku kecil aku ingin banget jadi guru?” “Hm… Gak tahu sih. Mungkin karena suruhan Ayah sama Ibu. Dulu kan Ayah sama Ibu inginnya kamu jadi guru. Gak tahu deh kalau sekarang cita-cita kamu berubah,” Kak Ruri mengangkat bahunya dan disambut helaan napas dariku. “Emang cita-cita kamu selain jadi guru apaan, Fe?” “Ya banyak!” jawabku antusias. “Contohnya?” “Psikolog, penyiar, novelis–” “Coba deh kamu pikir alasan kamu ingin jadi psikolog, penyiar, novelis, pasti ada alasannya, kan?” potong Kak Ruri. “Aku ingin jadi psikolog karena aku ingin memotivasi orang. Aku ingin jadi penyiar karena aku menganggap pekerjaan itu asyik. Aku ingin novelis karena aku suka nulis. Aku ingin jadi guru karena…” “Karena jawaban itu ada pada diri kamu sendiri. Nggak usah dicari, Fe..” potongnya. “Harus dicari, Kakakku tersayang… Ah! Udah ah! Kakak nggak ngasih solusi.. Udah kelas tiga, bentar lagi ujian, masih aja bingung mau ngambil jurusan apa. Karena itu guru BK tanya cita-cita. Huh!” keluhku sebal. “Hahaha… Nggak sulit kok, Fe. Kamu aja yang bikin sulit.” “Kenapa sih… Dulu aku ingin banget jadi guru?” teriakku dengan nada frustrasi. “Haha! Masalah profesi aja bisa bikin kamu stres, Fe!” ledeknya. “Hah…” aku menghela napas panjang, “Harus nyari di google ya, Kak kelebihan jadi seorang guru?” sontak Kak Ruri terbahak-bahak. “Jawaban itu ada pada diri kamu sendiri. Kalau kamu nggak nemuin, cari dong! Tanyakan pada teman-temanmu.. Apa sih kelebihan seorang guru. Kalau menurutmu sendiri gimana?” “Mm… Nggak ada. Guru itu, berangkat, ngajar, pulang. Selesai!” Kak Ruri tertawa terbahak-bahak, “Jangan-jangan kamu mikir pekerjaan Kakak sebagai fotografer cuma foto-foto doang gitu? Pikiranmu pendek sekali, Fe… Udah ah! Cape ngomong sama anak kecil! Mau kuliah kok pikirannya masih kayak gitu!” ledeknya dan aku hanya menggembungkan pipi melihatnya memasuki kamar. — “Kelebihan jadi guru, Fe?” seru sahabatku-Angel sewaktu aku menceritakan cita-citaku tersebut pada ketiga sahabatku. “Menurutku ya, guru itu pekerjaan monoton. Berangkat, ngajar, pulang, nggak ada asyik-asyiknya!” seru sahabatku -Vita. “Gajinya juga dikit, Fe,” tambah Angel, “Gak sebanyak bos-bos di perusahaan,” ia tersenyum menggoda sambil mengaduk jus strawberry-nya. “Tapi menurutku ya, meskipun guru gajinya dikit, tapi dapat banyak pahala,” seru Erin dengan senyum merekah. “Iya sih, tapi kalau ngajarnya kayak Bu Surti malah dapat dosa dong!” seru Vita dan sontak disambut gelak tawa dari kami berempat. “Bu Surti itu kepaksa jadi guru!” tambah Angel. “Ulangan dijadiin PR. Kerjaannya di kelas cuma presentasi, ngerjain LKS. Hahahaha…” tambah Erin. “Hei, dia itu guru kita tahu! Jangan kualat!” seruku di sela-sela tawa. “Asyik juga sih sebenernya. Kita nggak perlu mikir pelajaran. Bu Surti juga murah nilai. Tapi, dia nggak ngasih kita ilmu sama sekali. Layaknya sebuah telur yang nggak ada kuningnya,” ujar Angel. “Yup! Terserah kamu aja sih, Fe kalau mau jadi guru. Kalau bisa kamu harus lebih baik dari Pak Edi. Udah Pak Edi itu ngajarnya enak, nggak banyak PR, murid-murid jadi paham, gak pelit nilai lagi!” seru Erin antusias. “Kalau menurutku ya, nilai itu tergantung pendirian masing-masing guru. Jangan terlalu pelit, jangan terlalu baik. Kalau terlalu pelit, murid bakal benci sama kita. Kalau terlalu baik, murid malah nyepelein kita,” tambah Vita. “Kamu kan udah jadi murid nih, harusnya kalau mau jadi guru, kamu tahu kriteria seperti apa guru yang baik,” tambah Erin. “Hm! Teman-teman, kembali ke pertanyaan awalku. Apa sih kelebihan jadi guru?” tanyaku karena tak menemukan jawaban dari pertanyaanku tadi. “Kalau bagiku yang menuntut hidup banyak materi di dunia, guru itu banyak kekurangan,” Angel mengaduk jus strawberry-nya, “Gajinya dikit. Gak sebanyak jadi pengusaha. And… Mm.. Kelebihannya ya itu, banyak pahala.” “Kekurangan jadi guru itu.. Menurutku loh ya, pekerjaannya monoton. Tapi pekerjaan monoton itu tergantung cara kita menyikapinya. Kalau kita have fun jadi guru, ya udah jalanin aja. Kelebihannya, seperti yang Angel bilang, banyak pahala! Ingat nggak tiga perkara yang ditinggalkan sesudah mati? Ilmu yang bermanfaat. So, jadi guru pahalanya terus mengalir,” kata Vita. “Semua pekerjaan ada kekurangan sama kelebihannya, Fe. Tergantung cara kita memandang kekurangan dan kelebihan itu. Jadi guru banyak kok kelebihannya. Gak semonoton yang Vita bilang. Kita bisa bertemu murid-murid yang menghormati kita yang berbeda tiap tahunnya, dapat pahala, gajinya juga standar biar kita nggak jadi manusia yang tamak, dan kita bisa meluangkan banyak waktu buat keluarga,” ujar Erin dengan senyum lembut, “Oh ya, saranku kalau kamu jadi guru, please ubah karakter bangsa ini. Waktu sekolah aja mereka udah nyontek, nyari bocoran, apalagi nanti kalau mereka kerja, bisa korupsi tahu! Mereka itu sama aja udah nganggap Tuhan nggak ada. Mereka sama sekali nggak takut sama Tuhan.” “Tapi, Rin, otakku pas-pasan.. Nggak kayak kamu..” elak Angel. “Angel, bukan masalah otak. Masalah letak kejujuran dalam hatimu. Anak Indonesia tuh pembohong semua tahu nggak?! Bangsa ini akan hancur kalau tunas-tunas mudanya adalah seorang pembohong! Karena itu kadang aku mikir, buat apa sekolah kalau cuma nambah dosa doang. Sekolah itu kayak nuntut kita buat ngelakuin dosa! Temen-temen lain, ngepek, dapat nilai bagus. Aku yang jujur dapat nilai jelek malah dimarahin gurunya. Guru macam apa itu? Malah membela yang salah. Gurunya aja udah hancur. Muridnya tambah hancur,” seru Erin tak mau kalah. “Sabar, Rin,” aku berusaha menenangkan Erin. “Aku salut sama kamu, Rin. Kamu berani mengambil resiko dengan kejujuran. Aku nggak bisa jadi seperti kamu. Aku selalu ngikutin hawa nafsu dan perkataan temen-temen. Bagaimanapun juga nilai bagus adalah targetku entah pake cara apa. Aku bangga sama kamu. Aku senang Indonesia punya orang kayak kamu,” sahut Vita antusias. “Guru yang harusnya bisa membentuk karakter murid malah memperparah muridnya sendiri,” kataku lebih pada diriku sendiri yang ingin menjadi seorang guru. “Tapi, udah dibilangin kayak gitu aku nggak akan berhenti nyontek. Nanti nilaiku turun lagi. Nanti orangtuaku kecewa,” sela Angel dengan wajah innocent. “Tuh kan! Lebih mentingin duniawi! Orangtuamu bakal lebih kecewa kalau itu nilai yang kamu dapat hasil ngepek, nyontek!” seru Erin kesal. “Emang kamu nggak mikir, orangtuamu bakal bangga gitu kalau kamu nunjukin nilai-nilai jelek terus kamu bilang Aku ini jujur loh…’ Hah.. orangtuamu nggak bakal bangga sama tuh nilai! orangtua tuh cuma peduli hasil akhirnya! Nggak peduli prosesnya kayak gimana!” “Ya iya.. Karena itu aku belajar.. Buat nggak nambahin dosa-dosaku.” “Itu riya’ tahu nggak?! Pamer! Sok alim!” “Hei!” seruku dan Vita menghentikan perdebatan dua insan ini. “Angel, Erin, udah. Susah nyatuin pendirian yang sama-sama kuat!” seruku menengahi mereka. Angel menghela napas kesal, “Fe, kalau kamu jadi guru, ngajarin yang bener sampai muridmu bener-bener paham! Jangan sampe mereka nyontek ataupun ngepek!” seru Angel, “Aku nggak mau keturunanku lebih buruk dari aku.” “Fe, bilangin juga sama murid-muridmu nanti, kalu ulangan sejarah sama Pkn jangan ngepek! Otak manusia tuh hebat! Dipergunain tuh buat menghafal! Manusia tuh bisa menghafal satu buku sekaligus! Cuma, manusianya aja yang males!” seru Erin tak mau kalah. “Fe! kalau jadi guru jangan yang galak ya! Hehe…” kata Vita dengan senyum merekah. “Hm! Pasti! Aku bakal jadi guru yang baik agar bangsa Indonesia bisa berubah,” aku mengangguk mantap. Tunas-tunas muda bangsa Indonesia, aku akan menunjukkanmu jalan yang benar agar Indonesia tak terpuruk lagi seperti ini.. — Dear Diary, Tadi ada sebuah kejadian besar di hidupku. Entah kenapa aku mendapat alasan kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Hm.. Aku ingat, Dear secara tiba-tiba. Berangkat, ngajar, pulang, yang Vita bilang monoton sebenarnya itu adalah hal yang simple, nggak ribet. Jadi aku punya banyak waktu luang buat keluarga atau ngelakuin hal-hal bermanfaat lainnya. Gaji dikit yang Angel bilang, itu adalah sebuah kesederhanaan yang aku impikan sejak kecil agar tak menjadi manusia tamak yang melupakan Tuhan. Aku juga ingin mengamalkan ilmu yang telah ku terima, membagi pengalamanku, dan mengajari murid-muridku tentang Islam. Lewat profesi guru, aku bisa berdakwah. Pelan-pelan, ku ubah anak Indonesia ke jalan yang lebih baik. Seperti yang Erin bilang. Sekolah itu bukan untuk menambah dosa tetapi menuntut ilmu agar mendapat pahala dan bisa mengamalkannya. Aku juga ingin membangun karakter bangsa Indonesia. Kejujuran. Itulah kunci utama. Aku harus menciptakan cara supaya murid-muridku menjadi manusia yang jujur. Tidak urakan lalu mencari bocoran ke mana-mana. Jujur dan percaya akan diri sendiri namun tidak melupakan Allah SWT. Seperti yang Vita bilang, tiga perkara yang kita tinggalkan saat meninggal dunia yaitu ilmu yang bermanfaat. Aku yakin ilmuku pasti mengalir, diamalkan, dan akan memberikan pahala di setiap alirannya. Aku juga tidak mau menjadi guru seperti Bu Narti yang disepelekan oleh murid-muridnya. Aku ingin membuat murid-muridku benar-benar paham apa yang aku sampaikan. Membuat mereka paham, percaya diri untuk bertanya, tertawa oleh lelucon-leluconku, tidak tengok kanan-kiri-bawah saat ulangan, mendapat hasil sesuai usaha dan doa. Memang sih kalau anak Indonesia bisa menjadi seperti itu mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju. Tetapi aku tahu, semua itu butuh usaha dan doa. Karena itu, aku akan menyusun strategi mulai sekarang, belajar dengan giat, selalu berdoa agar diberi kemudahan, and do the best for all. Belajar jadi Ibu yang baik dari mengajar, meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang kian terpuruk, memberi motivasi untuk membangun karakter bangsa ke arah yang lebih baik, jadikan bangsa Indonesia bangsa yang jujur! Dear, sepertiga hari yang dihabiskan anak-anak adalah di sekolah. Jadi intinya sekolah itu untuk membangun karakter mereka selain ajaran orangtua. Jadi guru yang baik untuk anak-anak bangsa! Fe bisa! Fe fight! Fight! Fight! Fight! Jangan cabangkan cita-citamu lagi! Jangan jadi bocah ababil! Dewasalah! Bentar lagi mau kuliah! Nggak boleh kayak anak kecil! Yosh! Fight! Be the best teacher for Indonesian! Yahu! Guru, itulah cita-citaku! Fe. — “Udah nemuin alasan jadi guru?” goda Kak Ruri. “Udah dong!” seruku antusias. “Aaapa?” tanyanya penasaran. “Rahasia… Mau tahu? Kalau alasan Kak Ruri jadi fotografer apa?” Kak Ruri terkekeh, “Mau tahu aja, apa mau tahu banget? Yang pasti itu rahasia!” “Gitu kan! Pelit!” “Ye! Biarin! Kalau alasan cita-citamu jadi banyak kayak gitu apa, Fe?” “Hm… Aku ababil…” jawabku malu-malu kucing. “Namanya juga ABG.. Tahap-tahap keababilan biasalah! Yang penting kamu jangan sampai salah pilih jalan.” “Siiiap! Aku nggak akan salah pilih lagi, Kakak!” kita berdua tertawa bersama. Udah tahu kan asyiknya jadi seorang guru? It’s so fun and amazing career! Dan.. Guru adalah pahlawan. Pahlawan tanpa tanda jasa. SELESAI Cerpen Karangan Hiakri Inka Facebook Cerpen Aku Dan Cita Cita Ku merupakan cerita pendek karangan Hiakri Inka, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Love 1 Month Part 2 Oleh Wigi Tya Pernah suatu ketika saat aku makan bareng bersama Lia dan Nikma di kantin sekolah. Nikma menanyakan satu hal yang sering dia tanyakan padaku, dan bahkan dia juga menanyakannya pada Bukan Patah Hati Oleh Fadel Akbar, SMPN 1 Puri Ini Sebuah kisahku ketika duduk di bangku kelas 8 SMP, Masih berumur 14 tahun kira kira 4 bulan yang lalu. Salah satu organisasi Di SMPN 1 Puri adalah Dewan Serunya Berkemah Oleh Ghina Syakila Sore itu, sangat panas. “Vio, masang pasaknya tuh begini,” ucap Kayla memperagakan memasang pasak tenda. Siang ini hingga besok sore, mereka akan berada di bumi perkemahan SMPN Jati Nusa Aku Bukan Diriku Lagi Part 1 Oleh Elisma Br. Hutabarat Seorang gadis dengan angkuhnya berjalan di tengah koridor sekolah yang bertaraf internasional. Semua mata menatap ke arahnya. Ada yang memujinya karena kecantikan wajahnya dan tatapannya yang sangat tajam. Dan Alasan Sederhana Oleh Edwin Bayu Aji Jr Semua berawal ketika aku diajak untuk menghadiri salah satu acara ulang tahun teman sekalasku, Ika. Aku merasa terkejut ketika Ika mengundangku ke acara ulang tahunnya, bagaimana tidak? Aku dan “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?" Cerpen Karangan Cok MasKategori Cerpen Anak Lolos moderasi pada 1 March 2018 Aku bercita cita menjadi seorang dokter. Saat ada orang yang sakit aku akan mengobatinya sampai sembuh. Kalau ada orang yang tidak punya uang untuk berobat tetap akan kuobati. Karena kesehatan itu sangatlah mahal. Saat di sekolah pak guru menanyakan cita cita ada yang ingin menjadi penari, pilot, pengacara, pemain bola dan lain lainnya. Ketika ditanyakan cita cita oleh pak guru aku menjawab “Pak saya ingin menjadi dokter” pak guru menjawab “cita cita yang bagus sekali nak”. Aku pun dipuji oleh pak guru. Saat adikku sakit demam tinggi. Aku pun merasa khawatir. Lalu aku ingat aku pernah membaca buku berisi cara menurunkan demam. Lalu aku segera mengambil haduk yang sudah dimasukan ke air hangat lalu meletakannya di kepala adikku. Di hari berikutnya adikku bebas dari demam tinggi. Dan aku pun disebut “Si dokter cilik” Cerpen Karangan Cok Mas Nama Cokorda Istri Mas Cintya Zagita Asal Bali Kelas 3 Sekolah Sekolah Dasar Negeri 2 Blahbatuh, Gianyar, Bali. Cerpen Cita Citaku Yang Mulia merupakan cerita pendek karangan Cok Mas, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Merindukan Sahabatku Oleh Chelsea Kurniadinata Jaozan Aku menatap ke seliling taman, mengingat dimana aku dan sahabatku, bermain disini bersama-sama, Sahabatku yang bernama Ira, Telah pindah ke bandung, sementara, aku tetap di Kalimantan Utara, walaupun kami Suprise! Oleh Baiq Aisya Junia Padma Aku memandang arlojiku berulang-ulang kali. Nihil. Tak ada satu pun ucapan yang diberikan kepadaku. Ohya, hei! Namaku Aisya Junia! Panggil saja Aisya. Aku kesal sekali. Jelas! Rasanya aku ingin Vegetable Island Oleh Riska Safira “Aaaaa!!” jerit Lynzy kesakitan dan meniup-niup sikunya yang terluka. “Stttt… sekarang kita ada di mana?” tanyaku melihat sekitarnya. Aku menarik tangan Lynzy masuk ke dalam semak-semak. “Kita di mana Kencoran Squad Oleh Rurry Septantri Suatu hari di sekolah, Praaya, Ridho, Farel, Nada dan aku telah mengambil bekalnya masing-masing. Dan mereka pun pergi ke aula untuk makan bersama. “oi! kalian inget gak, hari ini Rilva Si Putri Duyung, Folly Si Peri, Arma Si Putri Oleh Naira Khansa Nabila hari ini, 3 sahabat akan menginap di salah satu rumah teman mereka. karena mereka mempunyai rahasia besar. nama ketiga sahabat itu, Rilva Adma Media Rilva, Follysha Kurnia Syiha Folly, “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"

cerpen tentang cita cita menjadi guru